TERNYATA AKU KALAH DENGAN MEREKA
Pak Muhaimin adalah seorang pekerja keras. Dia adalah seorang bapak dari empat anak bersaudara. Pak Muhaimin bekerja sebagai peternak kambing milik seseorang. Kambing jenis Etawa yang lebih dari 3 itu, membutuhkan makanan rumput sekarung besar. Pak Muhaimin pun harus mencari rumput ke tempat yang jaraknya mungkin lebih dari lima ratus meter dari rumahnya, dengan jalan kaki.
Biasanya Pak Muhaimin merumput saat sore. Sedangkan di waktu pagi, Pak Muhaimin terkadang pergi ke sawah jika ada sambatan untuk pergi ke sawah. Pak Muhaimin juga pernah bekerja di bangunan (jadi tukang), jadi tukang potong kain, mencari ikan di sungai dll. Pak Muhaimin memang pekerja keras.
Selain itu, tiga anaknya juga sudah bekerja. Ada yang bekerja di bangunan, juga ada yang bekerja di tempat pengusaha konveksi. Bahkan anak Pak Muhaimin yang pernah jadi teman saya di MI, sekarang merantau di Jakarta. Dua yang lainnya ada yang pernah merantau ke Aceh, Kalimantan, juga ke bali. Kemudian aku berpikir, kerja keras mereka dalam mencukupi kebutuhan keluarga bisa menghantarkan mereka ke tempat yang begitu jauh.
“TERNYATA AKU KALAH DENGAN MEREKA, BAHKAN AKU SAJA BARU SEKALI KE JAKARTA”
SAYA MERASA CUKUP DENGAN PENGHASILAN ITU
Dari terminal ke menara kudus, para tukang becak mengayuh pedalnya dengan penuh semangat. Tak peduli cuaca panas, mendung, berangin, ataupun hujan, tukang becak itu tetap semangat menjalankan profesinya sebagai tukang becak, demi dapat menafkahi keluarganya.
Ekspresi dan semangat tinggi juga terlihat dari raut wajah Pak Sarmijan yang juga menjadi tukang becak ziarah wisata di Kudus itu. Pak Sarmijan asli dari kudus, tepatnya dari Prambatan Lor. Pak Sarmijan sudah menjalani profesinya sebagai tukang becak selama empat tahun. Dari raut wajahnya, Pak Sarmijan terlihat ikhlas dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Pak Sarmijan berangkat dari rumah jam enam pagi dan pulang jam lima sore.
Dari pekerjaannya itu, Pak sarmijan mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 25.000,00 / hari. Meskipun begitu, dia merasa cukup dengan penghasilan tersebut. Hingga dapat membiayai dua orang anaknya yang masih sekolah di SMA dan di MI.
Pak Sarmijan sendiri tidak hanya bekerja sebagai tukang becak, “ya… kalo kerja saya sih serabutan. Kadang jadi tukang becak, kadang tukang bangunan (tukang batu)”.
HANYA LIMARATUS RUPIAH PER BOTOL
Sekian dari banyak profesi yang ada, Pak Syafi’I harus menerima untuk bekerja sebagai penjual bensin dan tukang tambal ban. Dari pagi hingga menjelang petang, Pak Syafi’I berjualan bensin di pinggir jalan, dan berharap bensin yang ditaruhnya di botol itu laku semua.
Jarak dari rumah ke tempat Pak Syafi’I biasa berjualan adalah sekitar dua ratus meter. Sambil membawa kompresor seberat 20 kg, Pak syafi’I pergi ke tempat itu bersama istrinya. Dalam sehari Pak Syafi’I dapat menjual 20 liter bensin, atau jika ditaruh di botol sekitar 22 botol. Setiap botol bensin tersebut, Pak Syafi’I mengaku hanya mengambil untung Rp. 500,00 saja. Jadi, setiap hari dari penjualan bensin Pak Syafi’I hanya mendapatkan laba Rp. 11.000,00 saja. Coba kita bayangkan! Dari pagi hingga sore cuma mendapatkan laba sebanyak itu.
Sedangkan sekarang, anak kecil yang duduk di bangku sekolah SD saja bisa menghabiskan uang sebanyak itu hanya dengan satu kali jajan saja. Tetapi Pak Syafi’I dan istrinya tetap berusaha untuk memanfaat uang itu sebaik dan sebijak mungkin. Hingga dengan uang sebelas ribu rupiah itu, keluarganya bisa makan dan tidur nyenyak.
Pak Muhaimin adalah seorang pekerja keras. Dia adalah seorang bapak dari empat anak bersaudara. Pak Muhaimin bekerja sebagai peternak kambing milik seseorang. Kambing jenis Etawa yang lebih dari 3 itu, membutuhkan makanan rumput sekarung besar. Pak Muhaimin pun harus mencari rumput ke tempat yang jaraknya mungkin lebih dari lima ratus meter dari rumahnya, dengan jalan kaki.
Biasanya Pak Muhaimin merumput saat sore. Sedangkan di waktu pagi, Pak Muhaimin terkadang pergi ke sawah jika ada sambatan untuk pergi ke sawah. Pak Muhaimin juga pernah bekerja di bangunan (jadi tukang), jadi tukang potong kain, mencari ikan di sungai dll. Pak Muhaimin memang pekerja keras.
Selain itu, tiga anaknya juga sudah bekerja. Ada yang bekerja di bangunan, juga ada yang bekerja di tempat pengusaha konveksi. Bahkan anak Pak Muhaimin yang pernah jadi teman saya di MI, sekarang merantau di Jakarta. Dua yang lainnya ada yang pernah merantau ke Aceh, Kalimantan, juga ke bali. Kemudian aku berpikir, kerja keras mereka dalam mencukupi kebutuhan keluarga bisa menghantarkan mereka ke tempat yang begitu jauh.
“TERNYATA AKU KALAH DENGAN MEREKA, BAHKAN AKU SAJA BARU SEKALI KE JAKARTA”
SAYA MERASA CUKUP DENGAN PENGHASILAN ITU
Dari terminal ke menara kudus, para tukang becak mengayuh pedalnya dengan penuh semangat. Tak peduli cuaca panas, mendung, berangin, ataupun hujan, tukang becak itu tetap semangat menjalankan profesinya sebagai tukang becak, demi dapat menafkahi keluarganya.
Ekspresi dan semangat tinggi juga terlihat dari raut wajah Pak Sarmijan yang juga menjadi tukang becak ziarah wisata di Kudus itu. Pak Sarmijan asli dari kudus, tepatnya dari Prambatan Lor. Pak Sarmijan sudah menjalani profesinya sebagai tukang becak selama empat tahun. Dari raut wajahnya, Pak Sarmijan terlihat ikhlas dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Pak Sarmijan berangkat dari rumah jam enam pagi dan pulang jam lima sore.
Dari pekerjaannya itu, Pak sarmijan mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 25.000,00 / hari. Meskipun begitu, dia merasa cukup dengan penghasilan tersebut. Hingga dapat membiayai dua orang anaknya yang masih sekolah di SMA dan di MI.
Pak Sarmijan sendiri tidak hanya bekerja sebagai tukang becak, “ya… kalo kerja saya sih serabutan. Kadang jadi tukang becak, kadang tukang bangunan (tukang batu)”.
HANYA LIMARATUS RUPIAH PER BOTOL
Sekian dari banyak profesi yang ada, Pak Syafi’I harus menerima untuk bekerja sebagai penjual bensin dan tukang tambal ban. Dari pagi hingga menjelang petang, Pak Syafi’I berjualan bensin di pinggir jalan, dan berharap bensin yang ditaruhnya di botol itu laku semua.
Jarak dari rumah ke tempat Pak Syafi’I biasa berjualan adalah sekitar dua ratus meter. Sambil membawa kompresor seberat 20 kg, Pak syafi’I pergi ke tempat itu bersama istrinya. Dalam sehari Pak Syafi’I dapat menjual 20 liter bensin, atau jika ditaruh di botol sekitar 22 botol. Setiap botol bensin tersebut, Pak Syafi’I mengaku hanya mengambil untung Rp. 500,00 saja. Jadi, setiap hari dari penjualan bensin Pak Syafi’I hanya mendapatkan laba Rp. 11.000,00 saja. Coba kita bayangkan! Dari pagi hingga sore cuma mendapatkan laba sebanyak itu.
Sedangkan sekarang, anak kecil yang duduk di bangku sekolah SD saja bisa menghabiskan uang sebanyak itu hanya dengan satu kali jajan saja. Tetapi Pak Syafi’I dan istrinya tetap berusaha untuk memanfaat uang itu sebaik dan sebijak mungkin. Hingga dengan uang sebelas ribu rupiah itu, keluarganya bisa makan dan tidur nyenyak.
0 komentar:
Posting Komentar