Di pelosok-pelosok negeri ini, masih banyak masyarakat kita yang tengah menangis meratapi kehidupan yang mungkin terasa kejam. Subuh sekali mereka sudah bangun, dan mempersiapkan diri untuk pergi ke sawah, ladang, kebun, tambak atau pergi ke hutan untuk mencari sesuatu yang dapat memberi penghasilan bagi mereka. Tak terlintas di benak mereka untuk dapat bermegah-megahan. Yang terpenting “HARI INI, AKU, ISTRI/SUAMIKU, ANAKKU, DAN ORANG TUAKU HARUS BISA MAKAN!!”.
Demi dapat menghidupi keluarga meski hanya dengan sesuap nasi, para petani kecil rela berdingin-dingin di pagi hari untuk pergi ke sawah. Itu pun bukan sawah mereka. Mereka hanya menyewa atau hanya bekerja di sawah milik orang lain. Pagi-pagi sekali, mereka mempersiapkan cangkul dan golok (arit), dan tanpa alas kaki mereka menginjakkan kaki mereka di tengah lumpur yang dingin.
Sedangkan jauh di perkotaan, banyak orang yang mulai hidup dalam kemewahan. Pagi-pagi mereka masih tertidur pulas di atas kasur. Karena mereka berfikir “MASIH BANYAK UANG MERAH DI DOMPETKU, AKU MASIH BISA MAKAN HARI INI”. Ada juga yang pagi pagi sudah bekerja, tetapi tempat kerja mereka sangat mewah, tak ada lumpur, cacing atau serangga yang lainnya.
Dalam kehidupan seorang masyarakat kecil, mereka rela bekerja seadanya. Tidak ada pilihan bagi mereka. Ada lowongan menjahit, mereka mampu, mereka jalankan. Ada tugas mencabuti rumput (matun), mereka mampu, mereka jalankan. Masyarakat kecil adalah sosok pekerja keras. Sementara disana mereka yang sudah berhasil bekerja di perkantoran justru sibuk dengan bagaimana cara menggelapkan uang dan mencapai tahta tertinggi.
Dalam hati masyarakat kecil, terdapat kesabaran dan keuletan yang sangat besar. Bagaimana tidak? Contoh saja para petani kecil. Mereka yang punya sawah, tetapi tidak punya pekerja (dikelola sendiri) harus menunggu hasil jerih payah mereka setelah mereka panen. Itu pun kalau bwerhasil panen. Belum lagi kalau ada musibah sehingga mereka gagal panen. “SETAHUN KEDEPAN, APA YANG BISA SAYA MAKAN?” kata-kata itu muncul dari hati mereka. Sementara banyak orang disana yang mendapat gaji tiap hari, tidak perlu menunggu berbulan-bulan.
Sedikit cerita tentang apa yang pernah saya saksikan sendiri sewaktu kecil. Dulu waktu aku mau pergi ke sekolah (MI), aku sering pergi kesekolah bersama mengendarai motor bersama ibuku yang kebetulan jadi guru sekolahanku. Sementara teman-temanku pergei ke sekolah mengendarai sepeda, jalan melewati kuburan, jurang dan sungai. Tapi aku tak pernah mendengar keluhan mereka selama mereka menjalani itu. Sementara aku yang sudah nyaman mengendarai motor, merasa ada sesuatu yang kurang dari hidupku. Di lain hari, aku pun ikut mereka pergi ke sekolah mengendarai sepeda, meski orang tuaku sedikit khawatir. Ternyata, rasanya sangat luar biasa. Sampai di sekolah badanku capek semua. Tetapi, itu justru membuatku sadar, dan mungkin empatiku terbangun dari situ.
Di saat perjalanan, saya melihat seorang nenek nenek yang pagi-pagi sudah ada di pinggir sungai, dengan membawa wadah yang terbuat dari anyaman bambu (bodag). Aku memperhatikannya. Dan aku bertanya, untuk apa nenek tua itu mengambil bongkahan-bongkahan batu dari dasar sungai dan kemudian dibawa pulang kerumah. Sementara untuk menuju rumah (yang kebetulan berada di belakang sekolahan) itu harus naik tanjakan yang sangat curam dan terkadang licin saat hujan.
Ternyata setelah terkumpul banyak, batu-batu itu kemudian dipecahi satu persatu menggunakan palu (ganden). Proses yang begitu lama, dan menguras banyak tenaga. Mereka rela menjalankan pekerjaan itu. Bahkan teman saya waktu MI ada yang pernah bekerja mengumpulkan pasir dari dasar sungai dan kemudian dijual.
Itu adalah sedikit contoh bagaimana perjuangan masyarakat kecil yang ada di desa saya. Sesekali mugnkin mereka merasa tersiksa dengan keadaan itu. Tetapi itu justru menjadi jalan bagi meeka untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sementara banyak dari mereka yang telah sukses, malah senang berfoya-foya dan lupa kepada Allah SWT.
Setelah saya tumbuh dewasa, ternyata masyarakat kecil tak hanya ada di pedesaan. Dipinggir-pinggir jalan kota raya, banyak orang yang berjuang keras untuk mendapatkan uang. Menempuh jarak yang begitu jauh, mereka mendorong gerobak mereka untuk menjual makanan ringan. Ada juga yang hanya bisa menjual bensin botolan dan membuka jasa tambal ban.
Masyarakat kecil, “SIMPLE THINGS THEY HAVE, SIMPLE WAYS THEY DO, SIMPLE LIFE THEY THROUGH. BUT THEY FEEL SO GREAT ABOUT THAT”. Dengan barang yang seadanya, cara yang sederhana, dan hidup yang biasa, mereka bertahan hidup tanpa mengeluh. Bagaimana dengan kita?
“Kehidupan dunia ini selalu terasa begitu kejam, bagi mereka selalu menolak taqdir. Kehidupan ini selalu merasa kurang, bagi mereka yang tidak pernah bersyukur. Hidup ini selalu terasa pahit, bagi mereka yang tak pernah mengambil hikmah”
Demi dapat menghidupi keluarga meski hanya dengan sesuap nasi, para petani kecil rela berdingin-dingin di pagi hari untuk pergi ke sawah. Itu pun bukan sawah mereka. Mereka hanya menyewa atau hanya bekerja di sawah milik orang lain. Pagi-pagi sekali, mereka mempersiapkan cangkul dan golok (arit), dan tanpa alas kaki mereka menginjakkan kaki mereka di tengah lumpur yang dingin.
Sedangkan jauh di perkotaan, banyak orang yang mulai hidup dalam kemewahan. Pagi-pagi mereka masih tertidur pulas di atas kasur. Karena mereka berfikir “MASIH BANYAK UANG MERAH DI DOMPETKU, AKU MASIH BISA MAKAN HARI INI”. Ada juga yang pagi pagi sudah bekerja, tetapi tempat kerja mereka sangat mewah, tak ada lumpur, cacing atau serangga yang lainnya.
Dalam kehidupan seorang masyarakat kecil, mereka rela bekerja seadanya. Tidak ada pilihan bagi mereka. Ada lowongan menjahit, mereka mampu, mereka jalankan. Ada tugas mencabuti rumput (matun), mereka mampu, mereka jalankan. Masyarakat kecil adalah sosok pekerja keras. Sementara disana mereka yang sudah berhasil bekerja di perkantoran justru sibuk dengan bagaimana cara menggelapkan uang dan mencapai tahta tertinggi.
Dalam hati masyarakat kecil, terdapat kesabaran dan keuletan yang sangat besar. Bagaimana tidak? Contoh saja para petani kecil. Mereka yang punya sawah, tetapi tidak punya pekerja (dikelola sendiri) harus menunggu hasil jerih payah mereka setelah mereka panen. Itu pun kalau bwerhasil panen. Belum lagi kalau ada musibah sehingga mereka gagal panen. “SETAHUN KEDEPAN, APA YANG BISA SAYA MAKAN?” kata-kata itu muncul dari hati mereka. Sementara banyak orang disana yang mendapat gaji tiap hari, tidak perlu menunggu berbulan-bulan.
Sedikit cerita tentang apa yang pernah saya saksikan sendiri sewaktu kecil. Dulu waktu aku mau pergi ke sekolah (MI), aku sering pergi kesekolah bersama mengendarai motor bersama ibuku yang kebetulan jadi guru sekolahanku. Sementara teman-temanku pergei ke sekolah mengendarai sepeda, jalan melewati kuburan, jurang dan sungai. Tapi aku tak pernah mendengar keluhan mereka selama mereka menjalani itu. Sementara aku yang sudah nyaman mengendarai motor, merasa ada sesuatu yang kurang dari hidupku. Di lain hari, aku pun ikut mereka pergi ke sekolah mengendarai sepeda, meski orang tuaku sedikit khawatir. Ternyata, rasanya sangat luar biasa. Sampai di sekolah badanku capek semua. Tetapi, itu justru membuatku sadar, dan mungkin empatiku terbangun dari situ.
Di saat perjalanan, saya melihat seorang nenek nenek yang pagi-pagi sudah ada di pinggir sungai, dengan membawa wadah yang terbuat dari anyaman bambu (bodag). Aku memperhatikannya. Dan aku bertanya, untuk apa nenek tua itu mengambil bongkahan-bongkahan batu dari dasar sungai dan kemudian dibawa pulang kerumah. Sementara untuk menuju rumah (yang kebetulan berada di belakang sekolahan) itu harus naik tanjakan yang sangat curam dan terkadang licin saat hujan.
Ternyata setelah terkumpul banyak, batu-batu itu kemudian dipecahi satu persatu menggunakan palu (ganden). Proses yang begitu lama, dan menguras banyak tenaga. Mereka rela menjalankan pekerjaan itu. Bahkan teman saya waktu MI ada yang pernah bekerja mengumpulkan pasir dari dasar sungai dan kemudian dijual.
Itu adalah sedikit contoh bagaimana perjuangan masyarakat kecil yang ada di desa saya. Sesekali mugnkin mereka merasa tersiksa dengan keadaan itu. Tetapi itu justru menjadi jalan bagi meeka untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sementara banyak dari mereka yang telah sukses, malah senang berfoya-foya dan lupa kepada Allah SWT.
Setelah saya tumbuh dewasa, ternyata masyarakat kecil tak hanya ada di pedesaan. Dipinggir-pinggir jalan kota raya, banyak orang yang berjuang keras untuk mendapatkan uang. Menempuh jarak yang begitu jauh, mereka mendorong gerobak mereka untuk menjual makanan ringan. Ada juga yang hanya bisa menjual bensin botolan dan membuka jasa tambal ban.
Masyarakat kecil, “SIMPLE THINGS THEY HAVE, SIMPLE WAYS THEY DO, SIMPLE LIFE THEY THROUGH. BUT THEY FEEL SO GREAT ABOUT THAT”. Dengan barang yang seadanya, cara yang sederhana, dan hidup yang biasa, mereka bertahan hidup tanpa mengeluh. Bagaimana dengan kita?
“Kehidupan dunia ini selalu terasa begitu kejam, bagi mereka selalu menolak taqdir. Kehidupan ini selalu merasa kurang, bagi mereka yang tidak pernah bersyukur. Hidup ini selalu terasa pahit, bagi mereka yang tak pernah mengambil hikmah”
hidup sederhana tapi signifikan hidup sederhana dalam islam hidup sederhana menurut islam contoh hidup sederhana pengertian hidup sederhana tips hidup sederhana hidup berawal dari mimpi pola hidup sehat wikipedia pola hidup bersih dan sehat pola hidup sehat penderita diabetes pola hidup hemat pola hidup sehat rasulullah pola hidup sehat dengan olahraga pola hidup hemat dan bersahaja pola hidup masyarakat agraris
hidup sederhana tapi signifikan hidup sederhana dalam islam hidup sederhana menurut islam contoh hidup sederhana pengertian hidup sederhana tips hidup sederhana hidup berawal dari mimpi pola hidup sehat wikipedia pola hidup bersih dan sehat pola hidup sehat penderita diabetes pola hidup hemat pola hidup sehat rasulullah pola hidup sehat dengan olahraga pola hidup hemat dan bersahaja pola hidup masyarakat agraris
hidup sederhana tapi signifikan hidup sederhana dalam islam hidup sederhana menurut islam contoh hidup sederhana pengertian hidup sederhana tips hidup sederhana hidup berawal dari mimpi pola hidup sehat wikipedia pola hidup bersih dan sehat pola hidup sehat penderita diabetes pola hidup hemat pola hidup sehat rasulullah pola hidup sehat dengan olahraga pola hidup hemat dan bersahaja pola hidup masyarakat agraris
Berbagi Kisah, Informasi dan Wisata
BalasHapusTentang Indahnya INDONESIA
www.jelajah-nesia.blogspot.com
suatu bentuk yang membawa banyak pencerahan, terimakasih...
BalasHapusok.. akan kukunjungi... :)
BalasHapus